BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Emulsi adalah suatu sitem yang secara
termodinamika tidak stabil, terdiri dari paling sedikit dua fase sebagai
globul-globul dalam fase cair yang lainnya. System ini biasanya distabilkan
dengan menggunakan emulgator. Apabila menggunakan surfaktan sebagai suatu
emulgtor dapat pula terjadi emulsi dengan system kompleks. System ini merupakan
jenis emulsi minya-air-minyak atau sebaliknya.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemiilihan
emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan
estabilan emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Bila
dihubungkan dengan bidang farmasi, ternyata banyak sediaan obat di pasaran
dalam bentuk emulsi. Untuk itu kiranya perlu adanya pengetahuan yang mendasar mengenai
emulsi tersebut.
Terdapat banyak pertimbangan dalam
pengembangan dan pembuatan suatu suspensi far masi yang baik. Di samping
khasiay tera[eutik, stabilitas kimia dari komponen-komponen formulasi,
kelanggenan sediaan dan bentuk estetik dari sediaan—sifat-sifat yang diinginkan
dalam semua sediaan farmasi—dan
sifat-sifat yang lain yang lebih spesifik untuk suspensi farmasi. Ciri-ciri
utama dari suspensi ini, yang tergantng pada sifat fase terdispers, medium disperse
dan bahan pembantu farmasi.
B.
Tujuan
percobaan
1.
Menghitung jumlah emulgator golongan
surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi
2.
Membuat emulsi dengan menggunakan emulgator
golongan surfaktan
3.
Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi
4.
Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan
dalam pembuatan emulsi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Umum
Sistem dibuat stabil dalam suatu zat pengemulsi. Berbagai
tipe zat pengemulsi akan dibicarakan kemudian dalam hal ini baik fase
terdispersi atau fase kontinu bias berkisar dalam konsistensi dari suatu cairan
mobil sampai suatu massa setengah padat (semi solit). Suatu emulsi adalah
system yang tidak stabil secara termodinamika yang mengandung paling dua fase
cair yang tidak bercampur, dimana satu diantaranya didipresikan sebagai
bola-bola dalam fase cair lainnya. Jadi sistem emulsi berkisar dari cairan (lotion)
yang mempunyai voskositas relatif rendah sampai salep atau krim, yang merupakan
semisolid (Anonim,
2013).
Emulsi merupakan sediaan berupa campuran yang terdiri
dari dua fase cairan yang satu terdispersi di dalam suatu larutan sangat halus
dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi.
Sifat fisika dari suatu emulsi dan kestabilannya tidak dapat dipertimbangkan
secara terpisah. Oleh karena itu, bagian ini berkenaan dengan sifat-sifat
fisika yang lebih penting dari emulsi, perubahan-perubahannya terhadap pengaruh
luar dan hubungannya dengan kestabilan emulsi (Lachman, 1994).
Suatu energi bebas antarmuka yang tinggi cenderung untuk
mengurangi daerah antarmuka, pertama dengan menyebabkan tetesan-tetesan
tersebut bergabung. Dispersi halus dari minyak dan air memerlukan daerah
kontrak antarmuka yang luas, dan untuk memperoleh / memperoduksi hal ini
memerlukan sejumlah dan beberapa kerja yang sama dengan hasil jali tegangan
permukaan dan perubahan luas. Berbicara secara termodinamik, kerja ini adalah
energi bebas antarmuka yang dimaksudkan ke system tersebut. Ini adalah suatu
alasan untuk memasukkan kata-kata “tidak stabil secara termodinamik” dalam
definisi klasik dari emulsi buram (Lachman, 1994).
Yang lebih bermakna dalam bidang farmasi masa kini adalah
pengamatan tentang beberapa senyawa yang larut dalam lemak seperti vitamin,
diabsorbsi lebih sempurna jika diemulsikan dari pada jika diberikan peroral
dalam suatu larutan berminyak “termodinamik” dalam definisi klasik dari emulsi
buram (Lachman, 1994).
Suatu emulsi merupakan suatu cara pemberian oral yang
baik untuk cairan-cairan yang tidak larut dalam air, terutama jika fase
terdispersi mempunyai fase yang tidak enak (Anonim, 2013).
Dalam suspensi zat yang terdispersi harus halus dan tidak
boleh cepat mengendap. Jika dikocok-kocok perlahan-lahan, endapan harus segera
terdispersi kembali. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas
suspensi. Keketalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agfar sediaan mudah
dikocok dan dituang (Dirjen POM, 1979).
Suatu suspensi dalam bidang farmasi adalah suatu disperse
kasar di mana partikel zat padat yang tidak larut terdispersi dalam suatu
medium cair. Partikel-partikel tersebut kebanyakan mempunyai diameter lebih
besar dari 0,1 mikrometer, dan beberapa partikel tersebut bila diselidiki di
bawah mikroskop menunjukkan adanya gerakan Brown jika dispersi mempunyai
viskositas rendah (Martin, 1993).
Kestabilan termodinamika suatu emulsi berbeda dari
kestabilan seperti didefinisikan oleh pembuat formula atau pemakai berdasarkan
pertimbangan subyektif secara menyeluruh kestabilan yang dapat diterima dalam
bentuk sediaan di bidang farmasi tidak membutuhkan kestabilan yang
termodinamik. Jika emulsi membentuk krim ke atas atau membentuk krim ke bawah,
emulsi basa tetap dapat diterima secara farmaseutika (Kamianti, 1991).
Seringkali partikel-partikel dari suatu suspensi
mengendap terlalu cepat sehingga tidak konsisten dengan batasan sebagai suatu
preparat yang baik secara farmasetik. Pengendapan yang cepat tersebut
merintangi pengukuran dosis yang tepat dan dari segi estetis menghasilkan suatu
lapisan supernatant yang tidak sedap dipandang. Dalam banyak suspesi yang
beredar di perdagangan, zat pensuspensi ditambahkan ke medium disperse untuk
menghasilkan struktur yang membantu terdispersinya fase dalam suspensi.
Karboksimetilselulosa, metilselulosa dan bentonit merupakan beberapa diantara
zat pensuspensi yang digunakan untuk mengendalikan struktur yang membantu
tedispersinya suspensoid (Ansel, 1989).
Emulgator akan memperkecil tegangan permukaan antara
kedua cairan tersebut sehingga emulsi akan stabil. Seperti diketahui pada
emulsi, suatu cairan tersebar dalam bentuk tetes-tetes dalam cairan lainnya
sehingga bidang muka antar kedua cairan sangat besar. Biasanya tegangan
permukaan kedua cairan yang tak bercampur ini besar maka tegangan permukaan ini
akan berusaha memperkecil luas bidang antar muka dengan jalan memecah emulsi
sehingga membentuk dua lapisan lagi (Anonim, 2013).
Dalam hal ini obat diberikan dalam bentuk bola-bola kecil
bukan dalam bulk. Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak
dalam air memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebutt mempunyai
rasa yang lebih enak walaupun yang sebenarnya diberikan minyak yang rasanya
diberikan minyak yang rasanya tidak, dengan menambahkan pemanis dan pemberi
rasa pada pembawa airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung
(Ansel, 1989).
Umumnya masing-masing zat pengemulsi punya emulsi
kadang-kadang-kadang sulit dibuat dan membutuhkan teknik pemprosesan khusus.
Untuk menjamin karya tipe ini dan untuk membuatnya sebagai bentuk sediaan yang
berguna, emulsi harus memiliki sifat yang diinginkan dan menimbulkan sedikit
mungkin masalah-masalah yang berhubungan. Sekarang emulsi masih terus digunakan
dalam berbagai penggunaan farmasi dan kosmetik. Penggunaannya di dalam bidang
farmasi lebih lanjut digolongkan berdasarkan cara pemberian, yakni topical,
oral atau secara parental. Pada dasarnya penggunaan komestik dan penggunaan farmasi
topical adalah serupa dan bersama-sama membuat atau membentuk salah satu kelompok
emulsi yang paling penting (Lachman, 1994).
B.
Uraian
Bahan
1. Air
Suling (Dirjen POM,1979)
Nama Resmi : Aqua destillata
Nama Lain : Air Suling
Pemerian :
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan :
Sebagai Pelarut
2. Parafin
Cair (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Paraffinum
Liquidum
Sinonim :
Parafin cair
Pemerian : Cairan kental transparan, tidak
berfluoresensi,
tidak berwarna, hamper tidak mempunyai
rasa.
Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air dan dalam
etanol (95%)P,
larut dalam kloroform P, dan dalam eter P.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Kegunaan : Laksativum.
3. Span
80 (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : SORBITAN MONO STEARAT
Nama
lain : Arlacel-80,span 80
Pemerian : cairan minyak,hampir tidak
berwarna
Kelarut : Mudah larut dalam minyak
nabati, tidak larut dalam air, PEG
Alkohol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
:
sebagai emulgator fase minyak
4. Tween-80
(Dirjen POM, 1979 )
Nama resmi : POLYSORBATUM 80
Nama lain : Polisorbat 80, tween
Pemerian : Cairan kental, transparan,
tidak berwarna,
hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan :
Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P
dalam etil asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan dalam biji kapas P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan :
Sebagai pelarut
C.
Prosedur
Kerja (Anonim, 2013)
a. Penentuan
HLB butuh minyak dengaan jarak HLB lebar
R/ Minyak 20%
Emulgator 3%
Air ad 100%
Buatlah
seri emulsi dengan nilai HLB butuh masing-masing 5,6,7,8,9,10,11 dan 12.
1. Hitung
jumlah tween dan span yang diperlukan untuk setiap nilai HLB butuh.
2. Timbang
masing-masing bahan yang diperlukan
3. Campurkan
minyak dengan span, campurkan air dengan tween, panaskan keduanya diatas tangan
air bersuhu 600 C.
4. Tambahkan
campuran minyak ke dalam campuran air dan segera diaduk menggunakan pengaduk
elektrik selama satu setengah jam.
5. Masukkan
emulsi dalam tabung sedimentasi dna beri tanda sesuai nilai HLB masing-masing
6. Tinggi
emulsi dalam tabung diusahakan sama dan catat waktu mulai memasukkan emulsi
kedalam tabung
7. Amati
jenis ketidakstabilan emulsi yang terjadi selama 6 hari. Bila terjadi kriming,
ukur tinggi emulsi yang membnetuk cream
8. Tentukan
pada nilai HLB berapa emulsi tampak relative paling stabil.
BAB
III
METODE
KERJA
A.
Alat
Adapun
alat – alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah : Batang pengaduk, Cawan
porselin, Deck glas, Gelas kimia, Gelas ukur, Mikser, Mikroskop, Objek glas,
Penangas air, Termometer, Pipet tetes.
B.
Bahan
Adapun bahan – bahan yang digunakan dalam
percobaan ini yaitu : Aquadest , Aluminium foil, Span-80, Tween-80
C.
Cara
Kerja
1. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan
2.
Timbang masing masing bahan yang diperlukan
3.
Campurkan minyak dan span, campurkan air
dengan twee, panaskan keduanya di atas penangas bersuhu 6o
C
4. Tambahkan
campuran minyak ke dalam campuran air dan sgera
5. Diukur
kenaikan suhunya 70°C - 75°C dengan menggunakan thermometer.
6. Dicampur
kedua sampel antara minyak dan air
7. Dibiarkan
hingga dingin
8. Diambil
sedikit sampel kewadah lain
9. Ditambahkan
metilen blue, untuk melihat emulsi yang terjadi dengan metode pewarnaan.
10. Dimasukkan
sisa sampel kedalam gelas piala, kemudian dikocok dengan menggunakan mikser.
11. Dilihat hasilnya, apakah emulsi yang dibuat antara
minyak dan aiar pecah.
12. Dilakukan
juga pengujian emulsi dengan menggunkan mikroskop untuk melihat perubahan yang
terjadi sebelum dan sesudah pengocokan.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Data
Pengamatan
B.
Pembahasan
Dalam pembuatan
suatu emulsi digunakan suatu emulgator atau surfaktan yang bertujuan untuk
menurunkan tegangan antar muka air dan minyak serta membentuk lapisan film pada
permukaan fase terdispersi. Pada percobaan ini digunakan dua surfaktan
yang dikombinasikan dengan tujuan untuk memperoleh HLB surfaktan yang persis
sama dengan HLB minyak yang dibutuhkan.
Dengan men nyamakan atau mendekatkan harga HLB kombinasi surfaktan
pada HLB butuh untuk fasa minyak tertentu, akan diharapkan hasil emulsi yang
lebih baik. Kestabilan emulsi pada HLB butuh dari fasa minyak berbeda-beda,
tergantung dari efisiensi kombinasi surfaktan.
Di samping itu
digunakan emulgator kombinasi karena sulit untuk mencari emulgator tunggal
sesuai dengan HLB butuh, selain itu pengemulsi hidrofilik pada fase air dan zat
hidrofobik pada fase minyak akan membentuk lapisan kompleks pada batas minyak/
air, lapisan ini akan membungkus globul-globul lebih rapat dibandingkan
emulgator tunggal. Telah diketahui pula bahwa rantai hidrokarbon dari molekul
tween berada dalam bola minyak antara rantai-rantai span dan penyusun ini
menghasilkan atraksi Van der Walls yang efektif. Dengan cara ini lapisan
antarmuka diperkuat dan kestabilan emulsi O/W ditingkatkan melawan pengelompokan partikel.
Dalam percobaan ini
digunakan kombinasi emulgator tipe air (Tween 80) dan emulgator tipe minyak
(span 80), meskipun kadang-kadang ditemukan bahwa suatu pengemulsi tunggal
dapat menghasilkan jenis emulsi yang dikehendaki pada viskositas yang
diinginkan, namun karena jarang ditemukan emulgator tunggal yang memiliki nilai
HLB sesuai dengan yang dibutuhkan maka digunakan emulgator kombinasi.
Pada percobaan ini
sebagai fase minyak digunakan parafin cair yang dicampur dengan span 80,
sedangkan sebagai fase air adalah air suling yang dicampur dengan tween 80.
Dalam percobaan ini
tipe emulsi yang dibuat adalah tipe emulsi O/W atau emulsi minyak dalam air
karena fase minyak terdispersi dalam fase air.
Sebelum dilakukan
pencampuran, terlebih dahulu masing-masing emulgator yang telah dicampur ke
dalam fasanya (parafin cair yang dicampur dengan span 80, sedangkan air suling
yang dicampur dengan tween 80), dipanaskan hingga suhu 70°
C - 75° C, Pengocokan dilakukan
secara berseling yakni pengocokan selama 5 menit dan istirahat selama 20 detik, kemudian
pengocokan lagi selama 1 menit,
tujuannya selain agar emulsi lebih cepat homogen, disamping itu untuk mencegah
terjadinya emulsi yang tidak stabil. Dimana pengocokan secara kontinu akan
mengganggu pembentukan tetesan, jadi waktu juga berpengaruh dalam pembuatan
emulsi, dimana untuk mendapatkan emulsi yang stabil sebaiknya dilakukan secara
berseling, sehingga kecepatan dua cairan, yang tidak tercampur/teremulsi secara
sempurna dengan waktu yang berseling.
Untuk membantu
memecah fase dalam (minyak) menjadi tetesan-tetesan digunakan alat pengaduk
yang mekanik yaitu mikser. Adapun mekanismenya adalah setelah terjadi
perceraian awal tetesan-tetesan, tetesan berikutnya akan mendapatkan kekuatan
tambahan karena turbulensi (arah mikser yang berputar secara tyrbulen)
menyebabkan deformasi tetesan-tetesan tersebut menjadi tetesan yang lebih kecil
sehingga emulsi yang terjadi nantinya akan lebih homogen. Dalam hal ini yang
harus dihindari adalah terbentuknya busa, yang disebabkan oleh surfaktan yang
larut dalam air. Karenanya untuk memperkecil terbentuknya busa emulsifikasi
harus dilaksanakan dalam sistem tertutup.
Adapun hasil percobaan yang diperoleh
yaitu pada HLB butuh 10,11 dan 12 hasilnya stabil (tercampur sempurna) karena
kombinasi dari dua emulgator yakni tween-80 dan span-80 dengan harga HLB rendah
dan HLB tinggi yang akan memberikan hasil yang lebih baik dan lebih stabil
karean terbentuknya film yang lebih rapat pada permukaan globul dan pada HLB
butuh 7,8,9, 13, dan 14 hasilnya tidak
stabil,hal ini terjadi karena emulsi paling cepat memisah diantara emulsi-emulsi
yang lain.
Adapun faktor-faktor kesalahan yang
mungkin terjadi dalam percobaan kestabilan emulsi yaitu kesalahan dalam
menghitung jumlah tween-80 dan span-80 dengan HLB butuhnya. Kesalahan dalam
penimbangan bahan, kesalahan dalam pencampuran bahan, kesalahan dalam
memanaskan ataupun kesalahan dalam mengaduk campuran.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa HLB butuh 10,11 dan
12 emulsi yang paling stabil adalah emulsi dengan HLB 7,8,9, 13, dan 14 tidak
stabil.
Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa emulsi yang nilai
HLB 8 lebih stabil dari yang lain.
B.
Saran
Sebaiknya praktikan lebih aktif lagi dalam melakukan praktikum
dan hati-hati dalam menggunakan alat laboratorium agar tidak terjadi kesalahan
yang tidak diinginkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Tim Penyusun. 2013,
“Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”. Fak.ultas Farmasi UMI. Makassar.
Tim penyusun. 1987. “Dasar-dasar Ilmu Resep dan Meracik
Obat”. Sekolah Menengah Farmasi. Makassar.
Anief, Moh. 1997. “Ilmu Meracik Obat”. Gadjah Mada
University Press Yogyakarta.
Dirjen POM. 1979. “Farmakope
Indonesia Edisi III”. Depkes RI. Jakarta
Martin, Alfred dkk. 1993. “Farmasi
Fisika Edisi III. UI-Press. Jakarta.
Ansel C. Howard. 1989. “Penuntun Bentuk Sediaan Farmasi
Edisi Empat, UI-Press, Jakarta.
Lachman, Leon. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri
Edisi III. UI Press. Jakarta.
Kamianti. 1991. “Kimia Kedokteran
Edisi I”. Binarupa Aksara. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar