Senin, 08 Desember 2014

EMULSI



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Emulsi adalah suatu sitem yang secara termodinamika tidak stabil, terdiri dari paling sedikit dua fase sebagai globul-globul dalam fase cair yang lainnya. System ini biasanya distabilkan dengan menggunakan emulgator. Apabila menggunakan surfaktan sebagai suatu emulgtor dapat pula terjadi emulsi dengan system kompleks. System ini merupakan jenis emulsi minya-air-minyak atau sebaliknya.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemiilihan emulgator merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan estabilan emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Bila dihubungkan dengan bidang farmasi, ternyata banyak sediaan obat di pasaran dalam bentuk emulsi. Untuk itu kiranya perlu adanya pengetahuan yang mendasar mengenai emulsi tersebut.
Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan pembuatan suatu suspensi far masi yang baik. Di samping khasiay tera[eutik, stabilitas kimia dari komponen-komponen formulasi, kelanggenan sediaan dan bentuk estetik dari sediaan—sifat-sifat yang diinginkan dalam semua  sediaan farmasi—dan sifat-sifat yang lain yang lebih spesifik untuk suspensi farmasi. Ciri-ciri utama dari suspensi ini, yang tergantng pada sifat fase terdispers, medium disperse dan bahan pembantu farmasi.
B.   Tujuan percobaan
1.    Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi
2.    Membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan
3.    Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi
4.    Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi

 

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Teori Umum
Sistem dibuat stabil dalam suatu zat pengemulsi. Berbagai tipe zat pengemulsi akan dibicarakan kemudian dalam hal ini baik fase terdispersi atau fase kontinu bias berkisar dalam konsistensi dari suatu cairan mobil sampai suatu massa setengah padat (semi solit). Suatu emulsi adalah system yang tidak stabil secara termodinamika yang mengandung paling dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu diantaranya didipresikan sebagai bola-bola dalam fase cair lainnya. Jadi sistem emulsi berkisar dari cairan (lotion) yang mempunyai voskositas relatif rendah sampai salep atau krim, yang merupakan semisolid (Anonim, 2013).
Emulsi merupakan sediaan berupa campuran yang terdiri dari dua fase cairan yang satu terdispersi di dalam suatu larutan sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya, umumnya distabilkan oleh zat pengemulsi. Sifat fisika dari suatu emulsi dan kestabilannya tidak dapat dipertimbangkan secara terpisah. Oleh karena itu, bagian ini berkenaan dengan sifat-sifat fisika yang lebih penting dari emulsi, perubahan-perubahannya terhadap pengaruh luar dan hubungannya dengan kestabilan emulsi (Lachman, 1994).
Suatu energi bebas antarmuka yang tinggi cenderung untuk mengurangi daerah antarmuka, pertama dengan menyebabkan tetesan-tetesan tersebut bergabung. Dispersi halus dari minyak dan air memerlukan daerah kontrak antarmuka yang luas, dan untuk memperoleh / memperoduksi hal ini memerlukan sejumlah dan beberapa kerja yang sama dengan hasil jali tegangan permukaan dan perubahan luas. Berbicara secara termodinamik, kerja ini adalah energi bebas antarmuka yang dimaksudkan ke system tersebut. Ini adalah suatu alasan untuk memasukkan kata-kata “tidak stabil secara termodinamik” dalam definisi klasik dari emulsi buram (Lachman, 1994).
Yang lebih bermakna dalam bidang farmasi masa kini adalah pengamatan tentang beberapa senyawa yang larut dalam lemak seperti vitamin, diabsorbsi lebih sempurna jika diemulsikan dari pada jika diberikan peroral dalam suatu larutan berminyak “termodinamik” dalam definisi klasik dari emulsi buram (Lachman, 1994).
Suatu emulsi merupakan suatu cara pemberian oral yang baik untuk cairan-cairan yang tidak larut dalam air, terutama jika fase terdispersi mempunyai fase yang tidak enak (Anonim, 2013).
Dalam suspensi zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika dikocok-kocok perlahan-lahan, endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Keketalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agfar sediaan mudah dikocok dan dituang (Dirjen POM, 1979).
Suatu suspensi dalam bidang farmasi adalah suatu disperse kasar di mana partikel zat padat yang tidak larut terdispersi dalam suatu medium cair. Partikel-partikel tersebut kebanyakan mempunyai diameter lebih besar dari 0,1 mikrometer, dan beberapa partikel tersebut bila diselidiki di bawah mikroskop menunjukkan adanya gerakan Brown jika dispersi mempunyai viskositas rendah (Martin, 1993).
Kestabilan termodinamika suatu emulsi berbeda dari kestabilan seperti didefinisikan oleh pembuat formula atau pemakai berdasarkan pertimbangan subyektif secara menyeluruh kestabilan yang dapat diterima dalam bentuk sediaan di bidang farmasi tidak membutuhkan kestabilan yang termodinamik. Jika emulsi membentuk krim ke atas atau membentuk krim ke bawah, emulsi basa tetap dapat diterima secara farmaseutika (Kamianti, 1991).
Seringkali partikel-partikel dari suatu suspensi mengendap terlalu cepat sehingga tidak konsisten dengan batasan sebagai suatu preparat yang baik secara farmasetik. Pengendapan yang cepat tersebut merintangi pengukuran dosis yang tepat dan dari segi estetis menghasilkan suatu lapisan supernatant yang tidak sedap dipandang. Dalam banyak suspesi yang beredar di perdagangan, zat pensuspensi ditambahkan ke medium disperse untuk menghasilkan struktur yang membantu terdispersinya fase dalam suspensi. Karboksimetilselulosa, metilselulosa dan bentonit merupakan beberapa diantara zat pensuspensi yang digunakan untuk mengendalikan struktur yang membantu tedispersinya suspensoid (Ansel, 1989).
Emulgator akan memperkecil tegangan permukaan antara kedua cairan tersebut sehingga emulsi akan stabil. Seperti diketahui pada emulsi, suatu cairan tersebar dalam bentuk tetes-tetes dalam cairan lainnya sehingga bidang muka antar kedua cairan sangat besar. Biasanya tegangan permukaan kedua cairan yang tak bercampur ini besar maka tegangan permukaan ini akan berusaha memperkecil luas bidang antar muka dengan jalan memecah emulsi sehingga membentuk dua lapisan lagi (Anonim, 2013).
Dalam hal ini obat diberikan dalam bentuk bola-bola kecil bukan dalam bulk. Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebutt mempunyai rasa yang lebih enak walaupun yang sebenarnya diberikan minyak yang rasanya diberikan minyak yang rasanya tidak, dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada pembawa airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung (Ansel, 1989).
Umumnya masing-masing zat pengemulsi punya emulsi kadang-kadang-kadang sulit dibuat dan membutuhkan teknik pemprosesan khusus. Untuk menjamin karya tipe ini dan untuk membuatnya sebagai bentuk sediaan yang berguna, emulsi harus memiliki sifat yang diinginkan dan menimbulkan sedikit mungkin masalah-masalah yang berhubungan. Sekarang emulsi masih terus digunakan dalam berbagai penggunaan farmasi dan kosmetik. Penggunaannya di dalam bidang farmasi lebih lanjut digolongkan berdasarkan cara pemberian, yakni topical, oral atau secara parental. Pada dasarnya penggunaan komestik dan penggunaan farmasi topical adalah serupa dan bersama-sama membuat atau membentuk salah satu kelompok emulsi yang paling penting (Lachman, 1994).
B.    Uraian Bahan
1.    Air Suling (Dirjen POM,1979)
Nama Resmi           : Aqua destillata
Nama Lain               : Air Suling
Pemerian                 : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,                                           tidak mempunyai rasa
Penyimpanan         : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan               : Sebagai Pelarut
2.    Parafin Cair (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi             : Paraffinum Liquidum
Sinonim                   : Parafin cair
Pemerian                 : Cairan kental transparan, tidak berfluoresensi,
                                    tidak   berwarna, hamper tidak mempunyai
                                     rasa.
Kelarutan                 : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol                                               (95%)P, larut dalam kloroform P, dan dalam                                                         eter P.
Penyimpanan         : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari                                         cahaya.
Kegunaan               : Laksativum.
3.    Span 80 (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi             : SORBITAN MONO STEARAT
Nama lain               :  Arlacel-80,span 80
Pemerian                : cairan minyak,hampir tidak berwarna
Kelarut                    : Mudah larut dalam minyak nabati, tidak larut        dalam air, PEG Alkohol
Penyimpanan         : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan               : sebagai emulgator fase minyak
4.    Tween-80 (Dirjen POM, 1979 )
Nama resmi             : POLYSORBATUM 80
Nama lain                : Polisorbat 80, tween
Pemerian                 : Cairan kental, transparan, tidak berwarna,
                                     hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan                 : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P                                         dalam etil asetat P dan dalam methanol P,                                              sukar larut dalam parafin cair P dan dalam                                                   biji kapas P
Penyimpanan         : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan               : Sebagai pelarut

C.   Prosedur Kerja (Anonim, 2013)
a.  Penentuan HLB butuh minyak dengaan jarak HLB lebar
R/        Minyak           20%
            Emulgator      3%
            Air ad              100%
Buatlah seri emulsi dengan nilai HLB butuh masing-masing 5,6,7,8,9,10,11 dan 12.
1.    Hitung jumlah tween dan span yang diperlukan untuk setiap nilai HLB butuh.
2.    Timbang masing-masing bahan yang diperlukan
3.    Campurkan minyak dengan span, campurkan air dengan tween, panaskan keduanya diatas tangan air bersuhu 600 C.
4.    Tambahkan campuran minyak ke dalam campuran air dan segera diaduk menggunakan pengaduk elektrik selama satu setengah jam.
5.    Masukkan emulsi dalam tabung sedimentasi dna beri tanda sesuai nilai HLB masing-masing
6.    Tinggi emulsi dalam tabung diusahakan sama dan catat waktu mulai memasukkan emulsi kedalam tabung
7.    Amati jenis ketidakstabilan emulsi yang terjadi selama 6 hari. Bila terjadi kriming, ukur tinggi emulsi yang membnetuk cream
8.    Tentukan pada nilai HLB berapa emulsi tampak relative paling stabil.

 
BAB III
METODE KERJA
A.   Alat
      Adapun alat – alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah : Batang pengaduk, Cawan porselin, Deck glas, Gelas kimia, Gelas ukur, Mikser, Mikroskop, Objek glas, Penangas air, Termometer, Pipet tetes.
B.   Bahan
      Adapun bahan – bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu : Aquadest , Aluminium foil, Span-80, Tween-80
C.   Cara Kerja
1.    Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.    Timbang masing masing bahan yang diperlukan
3.    Campurkan minyak dan span, campurkan air dengan twee, panaskan keduanya di atas penangas bersuhu 6o  C
4.    Tambahkan campuran minyak ke dalam campuran air dan sgera
5.    Diukur kenaikan suhunya 70°C - 75°C dengan menggunakan thermometer.
6.    Dicampur kedua sampel antara  minyak dan air
7.    Dibiarkan hingga dingin
8.    Diambil sedikit sampel kewadah lain
9.    Ditambahkan metilen blue, untuk melihat emulsi yang terjadi dengan metode pewarnaan.
10. Dimasukkan sisa sampel kedalam gelas piala, kemudian dikocok dengan menggunakan mikser.
11. Dilihat  hasilnya, apakah emulsi yang dibuat antara minyak dan aiar pecah.
12. Dilakukan juga pengujian emulsi dengan menggunkan mikroskop untuk melihat perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah pengocokan.


 
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.   Data Pengamatan
B.   Pembahasan
           Dalam pembuatan suatu emulsi digunakan suatu emulgator atau surfaktan yang bertujuan untuk menurunkan tegangan antar muka air dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan fase terdispersi. Pada percobaan ini  digunakan dua surfaktan yang dikombinasikan dengan tujuan untuk memperoleh HLB surfaktan yang persis sama dengan HLB minyak yang dibutuhkan.
           Dengan men nyamakan atau mendekatkan harga HLB kombinasi surfaktan pada HLB butuh untuk fasa minyak tertentu, akan diharapkan hasil emulsi yang lebih baik. Kestabilan emulsi pada HLB butuh dari fasa minyak berbeda-beda, tergantung dari efisiensi kombinasi surfaktan.
           Di samping itu digunakan emulgator kombinasi karena sulit untuk mencari emulgator tunggal sesuai dengan HLB butuh, selain itu pengemulsi hidrofilik pada fase air dan zat hidrofobik pada fase minyak akan membentuk lapisan kompleks pada batas minyak/ air, lapisan ini akan membungkus globul-globul lebih rapat dibandingkan emulgator tunggal. Telah diketahui pula bahwa rantai hidrokarbon dari molekul tween berada dalam bola minyak antara rantai-rantai span dan penyusun ini menghasilkan atraksi Van der Walls yang efektif. Dengan cara ini lapisan antarmuka diperkuat dan kestabilan emulsi O/W ditingkatkan melawan pengelompokan partikel.
           Dalam percobaan ini digunakan kombinasi emulgator tipe air (Tween 80) dan emulgator tipe minyak (span 80), meskipun kadang-kadang ditemukan bahwa suatu pengemulsi tunggal dapat menghasilkan jenis emulsi yang dikehendaki pada viskositas yang diinginkan, namun karena jarang ditemukan emulgator tunggal yang memiliki nilai HLB sesuai dengan yang dibutuhkan maka digunakan emulgator kombinasi.
           Pada percobaan ini sebagai fase minyak digunakan parafin cair yang dicampur dengan span 80, sedangkan sebagai fase air adalah air suling yang dicampur dengan tween 80.
           Dalam percobaan ini tipe emulsi yang dibuat adalah tipe emulsi O/W atau emulsi minyak dalam air karena fase minyak terdispersi dalam fase air.
           Sebelum dilakukan pencampuran, terlebih dahulu masing-masing emulgator yang telah dicampur ke dalam fasanya (parafin cair yang dicampur dengan span 80, sedangkan air suling yang dicampur dengan tween 80), dipanaskan hingga suhu 70° C - 75° C, Pengocokan dilakukan secara berseling yakni pengocokan selama 5 menit dan istirahat selama 20 detik, kemudian pengocokan lagi selama 1 menit, tujuannya selain agar emulsi lebih cepat homogen, disamping itu untuk mencegah terjadinya emulsi yang tidak stabil. Dimana pengocokan secara kontinu akan mengganggu pembentukan tetesan, jadi waktu juga berpengaruh dalam pembuatan emulsi, dimana untuk mendapatkan emulsi yang stabil sebaiknya dilakukan secara berseling, sehingga kecepatan dua cairan, yang tidak tercampur/teremulsi secara sempurna dengan waktu yang berseling.
           Untuk membantu memecah fase dalam (minyak) menjadi tetesan-tetesan digunakan alat pengaduk yang mekanik yaitu mikser. Adapun mekanismenya adalah setelah terjadi perceraian awal tetesan-tetesan, tetesan berikutnya akan mendapatkan kekuatan tambahan karena turbulensi (arah mikser yang berputar secara tyrbulen) menyebabkan deformasi tetesan-tetesan tersebut menjadi tetesan yang lebih kecil sehingga emulsi yang terjadi nantinya akan lebih homogen. Dalam hal ini yang harus dihindari adalah terbentuknya busa, yang disebabkan oleh surfaktan yang larut dalam air. Karenanya untuk memperkecil terbentuknya busa emulsifikasi harus dilaksanakan dalam sistem tertutup.
           Adapun hasil percobaan yang diperoleh yaitu pada HLB butuh 10,11 dan 12 hasilnya stabil (tercampur sempurna) karena kombinasi dari dua emulgator yakni tween-80 dan span-80 dengan harga HLB rendah dan HLB tinggi yang akan memberikan hasil yang lebih baik dan lebih stabil karean terbentuknya film yang lebih rapat pada permukaan globul dan pada HLB butuh 7,8,9, 13, dan 14 hasilnya  tidak stabil,hal ini terjadi karena emulsi paling cepat memisah diantara emulsi-emulsi yang lain.
           Adapun faktor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi dalam percobaan kestabilan emulsi yaitu kesalahan dalam menghitung jumlah tween-80 dan span-80 dengan HLB butuhnya. Kesalahan dalam penimbangan bahan, kesalahan dalam pencampuran bahan, kesalahan dalam memanaskan ataupun kesalahan dalam mengaduk campuran.
 
 

BAB V
PENUTUP
A.   Kesimpulan
     Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa HLB butuh 10,11 dan 12 emulsi yang paling stabil adalah emulsi dengan HLB 7,8,9, 13, dan 14 tidak stabil.
     Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa emulsi yang nilai HLB 8 lebih stabil dari yang lain.

B.   Saran
     Sebaiknya praktikan lebih aktif lagi dalam melakukan praktikum dan hati-hati dalam menggunakan alat laboratorium agar tidak terjadi kesalahan yang tidak diinginkan.
 


DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun. 2013, “Penuntun Praktikum Farmasi Fisika”. Fak.ultas Farmasi              UMI. Makassar.
Tim penyusun. 1987. “Dasar-dasar Ilmu Resep dan Meracik Obat”. Sekolah Menengah Farmasi. Makassar.
Anief, Moh. 1997. “Ilmu Meracik Obat”. Gadjah Mada University Press Yogyakarta.
Dirjen POM. 1979. “Farmakope Indonesia Edisi III”. Depkes RI. Jakarta
Martin, Alfred dkk. 1993. “Farmasi Fisika Edisi III. UI-Press. Jakarta.
Ansel C. Howard. 1989. “Penuntun Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Empat, UI-Press, Jakarta.
Lachman, Leon. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. UI Press. Jakarta.
Kamianti. 1991. “Kimia Kedokteran Edisi I”. Binarupa Aksara. Jakarta.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar