Senin, 08 Desember 2014

Farmasi Fisika : Kelarutan





PENDAHULUAN
                                                                          
1.1  Latar Belakang
      Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, akan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetik, dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat. Selain itu, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi setelah zat aktifnya telarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.
      Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu pelarut. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.
Pada percobaan ini, akan ditentukan kelarutan zat secara kuantitas, pengaruh pelarut campur yakni air, alkohol, dan gliserin ; dan penambahan surfaktan yakni tween 80 terhadap kelarutan suatu zat yakni Asam benzoat.

1.2.Tujuan praktikum
       Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1.      Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif
2.      Menerangkan factor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat
3.      Menjelaskan usaha-usaha yang di gunakan untuk meningkatkan  kelarutan suatu zat aktif dalam air dalam pembuatan sediaan cair


TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
   Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi  zat    terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air.  Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen (Tungandi, 2009).
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (Tungandi, 2009).
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil (Woedepss) (Tungandi, 2009).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah :
Ø  pH
Ø  temperatur
Ø  jenis pelarut
Ø  bentuk dan ukuran partilel zat
   konstanta dielektrik pelarut
Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat makin zat tersebut larut dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat, misalnya penambahan uretan dalam pembuatan injeksi khinin (Tungandi, 2009).
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun (Tungandi, 2009).
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang lain misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air disebut larutan garam (air tidak disebutkan) (Tungandi, 2009).
Larutan adalah sebagai bagian dari sediaan-sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan kedaam olongan produk lainnya (Ansel, 2004).
Larutan jenuh adalah suatu larutan yang zat terlarutnya berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut) (Sinko, 2005).
Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat trlarut dalam konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperature tertentu (Martin, 1990).
Larutan lewat jenuh adalah suatu laruta yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada seharusnya pada temperature tertentu dan terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (SInco, 2005).
Menurut metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan dalam wadah yang tertutup baik, bersama-sama dengan larutan zat pengomplek dalam berbagai konsentrasi dan botol dikocok dalam bak pada temperature konstan sampai tercapai kesetimbangan. Cairan supernatant dalam porsi yang cukup diambil dan dianalisis (Alfred, 1990).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pengadukan, suhu, luas permukaan, fikositas, ukuran partikel, pH larutan, dan polimerfisme (Ditjen POM, 1979).
Selain faktor di atas penambah surfaktan juga akan mempengaruhi kelarutan. Surfaktan adalah suatu zat yang digunakan untuk menakkan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu polar dan non polar (Ditjen POM, 1979).
Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah berikut (Ditjen POM, 1979) :
Istikah Kelarutan
Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut
Kurang dari 1
Mudah larut
1 sampai 10
Larut
10 sampai 30
Agak sukar larut
30 sampai 100
Sukar larut
100 sampai 1000
Sangat sukar larut
1000 sampai 10.000
Praktis tidak larut
Lebih dari 10.000

Daya larut suatu zat dalam lain dipengaruhi oleh jenis zat terlarut, jenis zat pelarut, temperatur dan tekanan, zat-zat dengna struktur kimia yang mirip umumnya padat juga bercampur baik, sedang yang tidak biasanya sukar bercampur (Sukarjo, 1997).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam formulasi suatu sediaan zat. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik menjadi tikad efesien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut didalam tubuh. Kelarutan seuatu karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan (Jufri,dkk, 2004).
Dalam cara pengendapan, analit yang akan ditetapkan diendapkan dari larutannya dalam bentuk senyawa yang tidak larut atau sukat larut, sehingga tidak ada yang hilang selama penyaringan, pencucian dan penimbangan. Faktor-faktor yang menetukan berhasilnya cara pengendapan adalah endapan harus sedemikan tidak larut, sehingga tidak ada kehilangan yang berarti pada penyaringan. Dalam kenyataannya, keadaan ini dizikan asalkan banyaknya  banyaknya yang masi tinggal (tika terendapkan) tidak melampaui batas minimum yang dapat ditunjukkan oleh neraca analitik 0,1 mg ( Gandjar,dkk, 2007).
Secara teori jika pH dinaikkan, maka kelarutannya pun ikut meningkat, karena selain terbentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul yang tidak terionkan (kelarutan intrinsic) juga terlarut obat yang berbentuk ion (Martin,dkk, 1990).
Secara khusus, penentuan kelarutan semu (apperent solubility) asam benzoat dapat dilakukan dengan metode gravimetri. Gravimetri meruakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhanaan itu jlas kelihatan karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai, 1979).
Proses yang bersifat endotermis dalam satu arah adalah eksoterm dalam arah yang lain. Karena proses pembentukan larutan dalam proses pengkristalan berlangsung dengan laju yang sama dengan kesetimbangan maka perubahan-perubahan energi netto adalah nol. Tetapi jika suhu dinaikkan maka proses akan menyrap kalor. Dalam hal ini pembentukan larutan lebihdisukai. Segera setelah suhu dinaikkan tidak berapa pada kesetimbangan karenaada lagi zat yang melarut. Suatu zat yang menyerap kalor ketika melarut cenderung lebih mudah larut pada suhu tinggi (Klienfelter, 1996).
Pengaruh temperatur dalam kesetimbangan kimia ditentukan dengan      Ho.  Pada reaksi endoterm konstanta kesetimabangan akan naik seiring dengan naiknya temperatur. Pada reaksi eksoterm kontasta kesetimabangan akan turun dengan naikknya temperatur (Silbey dkk, 1996).
Gas + larutan (1)                                    Larutan (2) + kalor
Untuk kesetimbangan ini, peningkatan suhu malah akan mengusir gas dan larutan sebab pergeseran ini kekiri adlah endoterm. Karena itu gas hampir sealu menjadi kurang larut dalam cairan jika suhunya dinaikkan (Atkins, 1994).
Tipe Larutan
     Larutan dapat digolongkan sesuai dengan keadaan terjadinya zat terlarut dan pelarut, dan karena tiga wujud zat (gas, cair, padat kristal), ada sembilan kemungkinan sifat campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (Martin. A, 1990).
2.2  Uraian Bahan
A.    Air suling (Ditjen POM, 1979 : 96)
Namaresmi                  : AQUA DESTILLATA
Sinonim                       : Air suling
RM/BM                       : H2O / 18,02
Pemerian                     : Cairan tidak berwarna, tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                    : Sebagai pelarut
B.     Alkohol (Ditjen POM, 1979: 63)
Nama resmi                 : AETHANOLUM
Sinonim                       : Etanol, etil alkohol
RM/BM                        : C2H6O / 46,07
Pemerian                      :cairan mudah menguap, tidak berwarna,  jernih. Bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah,  mudah terbakar.
Kelarutan                     : bercampur dengan air dan praktik bercampur dengan pelarut organik lain.
Penyimpanan               :  Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan                    : Sebagai pelarut campuran
C.     Asam salisilat (Ditjen POM, 1993 : 50)
Namaresmi                  : ACIDUM SALICYLUM
Sinonim                       : Asam salisilat
COOH
RM/BM                       : C2H6O3 / 138,12
OH
RS                               :


Pemerian                     : hablur putih, biasanya berbentuk jarum putih atau serbuk hablur halus putih, rasa agak manis, tajam, dan stabil di udara.
Kelarutan                    : sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah laut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air endidih, agak sukar larut dalam kloroform
Penyimpanan               :  Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan                    : Sebagai sampel


D.     Propilen glikol (Ditjen POM, 1993 : 712)
Nama resmi                 : PROPYLENGLYCOLUM
Sinonim                       : Propilen glikol
RM/BM                        : C3H8O2 /76,09
Pemerian                      : cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab
Kelarutan                     : dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform, larut dalam eter dan beberapa minyak esensial tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                    : Sebagai pelarut campuran
E.      Polisorbat-80 (Dirjen POM, 1979 : 567)
Namaresmi                  : POLYSORBATUM 80
Nama lain                    : Polisorbat 80
Pemerian                     : Cairan kental, transparan, tidak berwarna,
                                   hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan                    : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P
                                   dalam etil asetat P dan dalam methanol P,
                                   sukar larut dalam parafin cair P dan dalam
                                   biji kapas P
Kegunaan                    : Sebagai surfaktan


F.      Natrium Hidroksida (Ditjen POM, 1979 : 420)
Namaresmi                  : NATRII HYDROXYDUM
Sinonim                       : Natriumhiroksida
RM/BM                       : NaOH / 40,20
Pemerian                     : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur, putih.
Kelarutan                     : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol 95% P.
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan                    : Sebagai komponen dapar



METODE KERJA
I.        Alat dan Bahan
·         Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah batang pengaduk, corong gelas, gelas  ukur 50 ml, gelas erlenmeyer 25 ml, gelas kimia 50 ml, gelas kimia 100 ml, magnetic stirrer, oven, penangas air,pipet panjang, sendok tanduk, stopwatch, dan timbangan.
·         Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air,  alkohol, alumuniun foil, asam salisilat, dapar fosfat (pH 5,6,7 dan 8),etiket, kertas saring, kalium dihidrogen fosfat, kertas timbang, natrium hidroksida, propilenglikol, dan tween 80 (1%,2%,3%,4%,5%,6%,7%,8%,9% dan10%).
II.    Langkah Percobaan
a)      Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif
1.      Dimasukkan 1 gram asam salisilat dalam 50 ml air dan dikocok selama 1 jam dengan stirrer, jika ada endapan yang larut selama pengocokan ditambahkan lagi sejumlah tertentu asam salisilat sampai diperoleh larutan jenuh.
2.      Disaring dan ditentukan kadar asam salisilat yang terlarut dalam masing-masing larutan.

b)     Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
1.    Dibuat 100 ml campuran bahan pelarut yang tertera pada tabel di bawah ini.
Pelarut
Air % (v/v)
Alkohol % (v/v)
Propilen glikol % (v/v)
A
60
0
40
B
60
5
35
C
60
10
30
D
60
15
25
E
60
20
20
F
60
30
10
G
60
35
5
H
60
40
0

2.      Diambil 50  ml campuran pelarut, dilarutkan asam salisilat sebanyak 1 gram  ke dalam masing-masing campuran pelarut.
3.      Dikocok larutan dengan stirrer selama 1 jam. Jika ada endapan yang larut  selama pengocokan ditambahkan lagi sejumlah tertentu asam salisilat sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali.
4.      Disaring larutan dan ditentukan kadar asam salisilat yang larut.
5.      Dibuatlah kurva antara kelarutan asam salisilat dengan harga konstanta dielektrik bahan pelarut campur yang ditambahkan.


c)      Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
1.      Dibuatlah 50 ml larutan tween 80 dengan konsentrasi 1% - 10%dan 100 mg/100 ml.
2.      Ditambahkan 1 gram asam salisilat ke dalam masing-masing larutan.
3.      Dikocok larutan dengan stirrer selama 1 jam. Jika ada endapan yang larut selama pengocokan ditambahkan lagi sejumlah tertentu asam salisilat sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali.
4.      Disaring larutan dan ditentukan kadar asam salisilat yang larut.
5.      Dibuatlah kurva antara kelarutan asam salisilat dengan konsentrasi tween 80 yang digunakan.
6.      Ditentukan konsentrasi misel kririk (KMK) tween 80.
d)     Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat
1.      Dibuat 100 ml larutan dapar fosfat dengan pH 5, 6, 7, dan 8.
2.      Diambil 25 ml masing-masing larutan lalu ditambahkan 0,5 gram asam salisilat ke dalamnya.
3.      Dikocok larutan dengan stirrer selama 1 jam. Jika ada endapan yang larut selama pengocokan ditambahkan lagi sejumlah tertentu asam salisilat  sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali.
4.      Disaring larutan dan ditentukan kadar asam salisilat yang terlarut dalam masing-masing larutan dapar dengan cara ditimbang endapan kemudian dikurangi dengan berat kertas saring
5.      Dibuat kurva hubungan antara konsentrasi zat yang diperoleh dengan pH larutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
I.            Hasil Percobaan dan Perhitungan
a)      Tabel pengamatan
1.      Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif
Berat sampel
Berat kertas saring
Sampel dan kertas saring
Residu sampel
Sampel yang larut
1 g
0,82 g
1,54 g
0,72 g
0,28 g

2.   Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
Pelarut
Berat sampel
Berat kertas saring
Sampel dan kertas saring
Residu sampel
Sampel yang larut
A
1,5 g
0,81 g
1,6512 g
0.8412 g
0,6588 g
B
2 g
0,81 g
1,41 g
0,6 g
1,4 g
C
1,5 g
0,80 g
0,9646 g
0,1646 g
1, 3354 g
D
2 g
0,81 g
0,9620 g
0,152 g
1,848 g
E
2 g
0,81 g
0,9583 g
0,1483 g
1,8517 g
F
2 g
1 g
2,06 g
1,06 g
0,94 g
G
2 g
1 g
2,05 g
1,05 g
0,95 g
H
2 g
1 g
1,79 g
0,79 g
1,21 g


3.      Pengaruh penambahan surfaktan terhadap suatu zat
% tween
Berat sampel
Berat kertas saring
Sampel dan kertas saring
Residu sampel
Sampel yang larut
Tween 1%
1 gr
1,05 gr
3,17 gr
2,12 gr
0,38 gr
Tween 2%
1 gr
1,05 gr
3,19 gr
2,14 gr
0,36 gr
Tween 3%
1 gr
1,05 gr
2,86 gr
1,81 gr
0,69 gr
Tween 4%
1,5 gr
0,4340 gr
0,8882 gr
0,4542 gr
1,0458 gr
Tween 5%
1 gr
1,29 gr
2,19 gr
0,9 gr
1,1 gr
Tween 6%
1 gr
1,29 gr
2,59 gr
1,3 gr
1,2 gr
Tween 7%
1 gr
1,35 gr
2,78 gr
1,43 gr
1,07 gr
Tween 8%
1 gr
1,08 gr
2,64 gr
1,56 gr
0,44 gr
Tween 9%
1 gr
1,03 gr
2,51 gr
1,48 gr
0,52 gr
Tween 10%
2,5 gr
0,43 gr
0,60 gr
0,71 gr
2,5 gr

4.      Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat
pH larutan
Berat sampel
Berast kertas saring
Sampel dan kertas saring
Residu sampel
Sampel yang larut
5
1 g
0,42 g
1,04 g
0,62 g
0,38 g
6
1,5 g
0,40 g
1,35 g
0,95 g
0,55 g
7
2 g
0,36 g
1,63 g
1,27 g
0,73 g
8
1,5 g
0,33 g
1,07 g
0,74 g
0,76 g



b)        Kurva
1.      Kurva pelarut campur antara konstanta dielektrik dengan zat yang terlarut
2.      Kurva solubilisasi campur antar konsentrasi tween 80 dengan zat yang terlarut

c)         Perhitungan
a.      Kelarutan secara kuantitatif
·         Residu sampel  = sampel dan kertas saring – berat kertas saring
Residu sampel  = 1,54 - 0,82
= 0,72 g
·         Sampel yang larut = berat sampel- residu sampel
Sampel yang larut = 1 – 0,72
                                       = 0,28 g



a.      Pengaruh pelarut camput terhadap kelarutan zat
v  Pelarut A
                Residu sampel  =  sampel dan kertas saring - berat kertas saring
                                          =  1,6512 – 0,81
                                          =  0,8412 g
                Sampel yang larut = berat sampel = residu sampel
                                               = 1,5 – 0,8412
                                               =  0,6588 g
                Kelarutan =
                                  =  151,79 ml/gr (sukar larut)
-          Konstanta dialektrik zat pelarut campur
Aquades : alkohol : propilen glikol
  80,4       :  21,3     :  32,4
§  120  :  0  :  80
120     x  80,4  =  48,24
200
80       x  32,4  =  12,96
200                                  +
                             61,2
v  Pelarut B
                Residu sampel  =  sampel dan kertas saring - berat kertas saring
                                          =  1,41 – 0,81
                                          =  0,6 g
                Sampel yang larut = berat sampel = residu sampel
                                               = 2 – 0,6
                                               =  1,4 g
                Kelarutan =
                                  =  71,42  ml/gr (agak sukar larut)
§  120  :  10  :  70
120     x  80,4  =  48,24
200
10       X  24,3  =  1,215
200
70       x  32,4  =  11,34
200                                   +
                           60, 795
v  Pelarut C
                Residu sampel  =  sampel dan kertas saring - berat kertas saring
                                          =  10,9646  – 0,80
                                          =  0,1646 g
                Sampel yang larut = berat sampel = residu sampel
                                               = 1,5 – 0,1646
                                               =  1,3354 g
                Kelarutan =
                                  =  74, 88 ml/gr (agak sukar larut)
§  120  :   20  :  60
120     x  80,4  =  48,24
200
20       x  24, 3  =   2,43
200
60       x  32,4   =   9,72
200                                    +
                             60, 39


v  Pelarut D
                Residu sampel  =  sampel dan kertas saring - berat kertas saring
                                          =  10,9620  – 0,81
                                          =  0,152 g
                Sampel yang larut = berat sampel = residu sampel
                                               = 2 – 0,152
                                               =  1,848 g
                Kelarutan =
                                  =  54,11 ml/gr (agak sukar larut)
§  120  :   30  :  50
120     x  80,4  =  48,24
200
30       x  24, 3  =  3,645 
200
50       x  32,4   =   8,1
200                                  +
                             59,985
v  Pelarut E
                Residu sampel  =  sampel dan kertas saring - berat kertas saring
                                          =  0,9583 – 0,81
                                          =  1,483 g
                Sampel yang larut = berat sampel = residu sampel
                                               = 2 – 0,1483
                                               =  1,8517 g
                Kelarutan =
                                  =  54,00 ml/gr (sukar larut)
§  120  :   40  :  40
120     x  80,4  =  48,24
200
40       x  24, 3  =   4,86
200
40       x  32,4   =   6,84
200                                      +
                             59,58
v  Pelarut F
                Residu sampel  =  sampel dan kertas saring - berat kertas saring
                                          =  2,06 – 1
                                          =  1,06 g
                Sampel yang larut = berat sampel = residu sampel
                                               = 2,06 – 1,06
                                               =  0,94 g
                Kelarutan =
                                  =  106,38  ml/gr (sukar larut)
§  120  :   60  :  20
120     x  80,4  =  48,24
200
60       x  24, 3  =   7,29
200    
20       x  32,4   =   3,24
200                                    +                       
                             58,77
v  Pelarut G
                Residu sampel  =  sampel dan kertas saring - berat kertas saring
                                          =  2,05 – 1
                                          =  1,05 g
                Sampel yang larut = berat sampel = residu sampel
                                               = 2 – 1,05
                                               =  0,95 g
                Kelarutan =
                                  =  105,26  ml/gr (sukar larut)
§  120  :   70  :  10
120     x  80,4  =  48,24
200
70       x  24, 3  =   8,505
200
10       x  32,4   =   1,62
200                                     +
                              58,364
v  Pelarut H
                Residu sampel  =  sampel dan kertas saring - berat kertas saring
                                          =  1,79 – 1
                                          =  0,79 g
                Sampel yang larut = berat sampel = residu sampel
                                               = 2 – 0,79
                                               =  1,21 g
                Kelarutan =
                                  =  82,64 ml/gr (agak sukar larut)
§  120  :   80  :  0
120     x  80,4  =  48,24
200
80       x  24, 3  =   9,72
200                                  +
                             57,96
b.      Pengaruh surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
1.       Tween 1 %
Residu  sampel = sampel dan kertas saring – berat kertas saring
Residu sampel  = 3,17 g – 1,0 g
                                 = 2,12 g
Sampel yang larut = berat sampel – residu sampel
Sampel yang larut = 2,5 g – 2,12 g
                        =  0,38 g
Kelarutan = 100 ml
0,38 gr
                     
=  263,15 ml/gr ( sukar larut).          

2.      Tween 2 %
Residu  sampel  = sampel dan kertas saring – berat kertas saring
Residu sampel   = 3,19 g – 1,05 g
                          = 2,14 g
Sampel yang larut = berat sampel – residu sampel
Sampel yang larut = 2,5 g – 2,14 g
                              = 0,36g ( sangat mudah larut)
Kelarutan = 100 ml
        0,36 gr
                     
=  277,77 ml/gr (sukar larut).           

3.      Tween 3 %
Residu  sampel = sampel dan kertas saring – berat kertas saring
Residu sampel = 2,86 g – 1,05 g
                          = 1,81 g
Sampel yang larut = berat sampel – residu sampel
Sampel yang larut = 2,5 g – 1,81 g
                            = 0,69 g
Kelarutan = 100 ml
          0,69 gr
                     
=  144,92  ml/gr (sukar larut).          


4.      Tween 4 %
Residu sampel = 0,88882 – 0,4340
                                    = 0,4542 g
Sampel yang larut = 1,5 – 0,4542
                                          = 1,0458 gr
Kelarutan = 100 ml
1,0458 gr
5.      Tween 5 %
Residu sampel = sampel dan kertas saring – berat kertas saring
Residu sampel = 2,19 g  – 1,29 g
                        = 0,9 g
Sampel yang larut = berat sampel – residu sampel
Sampel yang larut = 2 g  – 0,9 g
                              = 1,1 g
                                    Kelarutan = 100 ml
                              1,1 gr
                     
                                         = 90,90 ml/gr ( agak sukar larut). 
6.      Tween 6 %
Residu  sampel = sampel dan kertas saring – berat kertas saring
Residu sampel = 0,607 – 0,434
                        = 0,713 g
Sampel yang larut = berat sampel – residu sampel
Sampel yang larut = 2,5 – 0,713
                              = 2,327 g
Kelarutan = 100 ml
                   2,327 gr

 = 42,97 ml/gr (agak sukar larut)

7.         Tween 7 %
Residu sampel = 2,78 gr – 1,35 gr
                        = 1,43 gr
Sampel yang larut = 2,5 gr – 1,43 gr =1,07
                                     
8.        Tween 8 %
Residu sampel = 2,64 gr – 1,08 gr
        = 1,56 gr
Sampel yang larut = 2 gr – 1,56 gr = 0,44 gr 
 (sukar larut)
9.         Tween 9 %
Residu sampel = 2,51 gr – 1,03 gr
        = 1,48 gr
Sampel yang larut = 2 gr – 1,48 gr
        = 052 gr
 (sukar larut)
10.  Twen 10 %
Residu sampel = sampel dan kertas saring – berat kertas saring
Residu sampel = 0,607 – 0,434
                        = 0,713 g
Sampel yang larut = berat sampel – residu sampel
Sampel yang larut = 2,5 – 0,713
                              = 2,327 g
          Kelarutan = 100 ml
                             2,327 gr
                     
                                         = 42,97 ml/gr (agak sukar larut).  


c.       Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat
1.      pH 5
·         Residu sampel  = sampel dan kertas saring – berat kertas saring
Residu sampel = 1,04 - 0,42
                        = 0,62 g
·         Sampel yang larut = 1 – 0,62
                                     = 0,38 g
2.      pH 6
·         Residu sampel  = sampel dan kertas saring – berat kertas saring
Residu sampel = 1,35 - 0,40
= 0,95 g
·         Sampel yang larut = berat sampel- residu sampel
Sampel yang larut = 1,5 – 0,95
                                     = 0,55 g
3.      pH 7
·         Residu sampel  = sampel dan kertas saring – berat kertas saring
Residu sampel = 1,63 - 0,36
                                    = 1,27 g
·         Sampel yang larut = berat sampel- residu sampel
Sampel yang larut = 2 – 1,27
                        = 0,73 g
4.      pH 8
·         Residu sampel  = sampel dan kertas saring – berat kertas saring
Residu sampel = 1,07 - 0,33
                                    = 0,74 g
·         Sampel yang larut = berat sampel- residu sampel
Sampel yang larut = 1,5 – 0,74
                                     = 0,76 g
=


B. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini, kita akan melihat pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat. Kelarutan zat yang dimaksud dalam percobaan ini adalah Asam salisilat pada pelarut campur yakni air, alkohol, dan propilen glikol.Masing-masing pelarut campur telah ditentukan konsentrasinya.Sebagaimana tertera pada hasil pengamatan di atas.Pencampuran pelarut-pelarut tersebut dilakukan pada gelas kimia yang masing-masing telah diberi label.Kemudian dilarutkan asam salisilat sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing gelas kimia tersebut. Lalu dikocok larutan denga menggunakan stirrer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama pengocokan  maka asam salisilat tersebut di tambahkan lagi sampai didapat larutan yang jenuh kembali. Larutan yang telah jenuh tersebut disaring dengan corong plastik dan kertas saring.
Pada kurva pelarut campur A sampai H antara konstanta dielektrik dengan zat yang terlarut yaitu semakin menurun, pada pelarut campur A konstanta dielektriknya yaitu 61,04, pelarut B yaitu 60,655, pelarut C yaitu 60,27, pelarut D yaitu 59,885, pelarut E yaitu 59,5, pelarut F yaitu58,73, pelarut G yaitu 58,345 dan pelarut H yaitu 57,96.
Surfaktan terdiri dari dua bagian yaitu bagian polar dan non polar, bila didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah akan berkumpul pada permukaan. Percobaan ini menggunakan stirer dalam pengerjaannya dimana asam salisilat dikocok dengan stirer selama 1 jam.Hal ini dimaksudkan agar didapatkan campuran yang homogen.
Surfaktan yang digunakan pada percobaan ini adalah tween-80 dengan berbagai konsentrasi yang akan meningkatkan kelarutan asam salisilat. Hubungan suatu surfaktan mempengaruhi kelarutan asam salisilat yaitu dimana surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikkan kelarutan suatu zat.Oleh karena surfaktan mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal dengan misel dimana misel ini dapat menaikkan kelarutan asam salisilat yang sukar larut dalam air. Dengan penambahan surfaktan terdiri dua bagian yaitu bagian polar dan non polar, bila didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah, akan berkumpul pada permukaan  dengan mengorientasikan bagian polar ke arah bagian air.
Pada kurva solubilisasi antar konsentrasi tween 80 dengan zat yang terlarut tidak terjadi KMK. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor kesalahan. Baik dari pembuatan larutan ataupun dari kesalahan praktikan dalam melakukan praktikum.
Untuk mengukur nilai kelarutanasam salisilat, digunakan larutan dapar fosfat dengan berbagai pH tertentu, yaitu pH 5, 6, 7 dan 8. Digunakan larutan dapar fosfat karena larutan dapar merupakan larutan yang tidak mengalami perubahan pH walaupun ditambahkan sedikit asam maupun sedikit basa sehingga dapat digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan asam salisilat yang bersifat asam lemah.Penggunaan pH yang dibuat bervariasi bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan pH terhadap kelarutan asam salisilat, sehingga variabel bebas dalam hal ini larutan dapar fosfat harus dibuat bervariasi.
   Dalam prosesnya, asam salisilat dilarutkan dalam larutan dapar fosfat dengan ukuran pH yang telah ditentukan sebelumnya secara bersamaan ada tiap-tiap pH yang telah ditentukan, kemudian dilakukan pengocokan.Pengocokan dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi.Dalam percobaan yang telah dilakukan, pengocokan dilakukan selama 60 menit. Setelah pengocokan selama 60 menit, akan tampak bagian asam salisilat yang tidak larut dalam larutan dapar fosfat. Hal tersebut menunjukkan bahwa asam salisilat memiliki kelarutan.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode gravimetri, di mana dilakukan penimbangan terhadap asam salisilat sebelum dan sesudah dilarutkannya asam salisilat dalam larutan dapar fosfat. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh berat asam salisilat yang tidak larut dari mengurangkan berat kertas saring akhir ( berat kertas saring dan sisa asam salisilat yang tidak larut) dengan berat kertas saring awal.
Secara teori, perubahan pH berbanding lurus dengan kelarutannya.Maksudnya ialah, semakin meningkat nilai pH suatu larutan, maka semakin besar juga kelarutan zat tersebut.hal ini sesuai dengan apa yang telah dipraktikkan bahwa ketika pH naik maka kelarutan juga naik begitupun sebaliknya.






HASIL KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Dari data pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
-            Kelarutan asam salisilat secara kuantitatif  yaitu 0,28 g
-            Konstanta dielektrik pelarut A sampai H nilainya semakin menurun.
-            Pada penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat tidak terjadi KMK, hal ini disebabkan  oleh beberapa faktor kesalahan.
-            Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat yaitu semakin tinggi pH suatu larutan maka kelarutan suatu zat semakin tinggi pula.
B.Saran
            Sebaiknya pada saat praktikum Para asisten slalu mendampingi    praktikan agar tidak terjadi kesalahan.


DAFTAR PUSTAKA
Atkins' Physical Chemistry, 7th Ed. by Julio De Paula, P.W. Atkins
Ditjen POM., 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, Jakarta
Gandjar, Ibnu Gholib, Abdul Rahman, 2007, ”Kimia Farmasi Analisis”, Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Jufri, Mahdi, dkk, 2004. Formulasi Gameksan dalam Bentuk Mikroemulsi, Majalah ilmu kefarmasian.
Kleinfelter, Keenam.1996. ”kimia untuk universitas”. Jakarta: Erlangga
Martin, A., 1990, “Farmasi Fisika”, Buku I, UI Press, Jakarta
Mirawati.2013. Penentun Praktikum Farmasi Fisika . Makassar, Jurusan Farmasi.
               Universitas Muslim Indonesia.
Moechtar., 1990, Farmasi Fisika”, UGM Press, Yogyakarta
Sinko, P. 1990. Farmasi Fisika . Buku II, UI Press, Jakarta
Tungadi, Robert.  2009.“Penuntun Praktikum Farmasi Fisika“. Jurusan Farmasi Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo







2 komentar:

  1. Salam farmasi indonesia,,,,ijin ngambil,
    Catatankuliahfarmasi.blogspot.com

    BalasHapus
  2. butuh buku florey cekkk,


    Download Buku Klaus Florey Buku panduan pada ilmu farmasi

    BalasHapus