PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut
yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, akan membantu mengatasi
kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan
farmasetik, dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji
kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai
kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan informasi
mengenai struktur obat dan gaya antarmolekul obat. Selain itu, pelepasan zat
dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisika zat
tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi setelah
zat aktifnya telarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk
mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan
zat aktifnya.
Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu
pelarut. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi
zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara
kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat
untuk membentuk disperse molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung
pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada
faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung
pada hal terbaginya zat terlarut.
Pada
percobaan ini, akan ditentukan kelarutan zat secara kuantitas, pengaruh pelarut
campur yakni air, alkohol, dan gliserin ; dan penambahan surfaktan yakni tween
80 terhadap kelarutan suatu zat yakni Asam benzoat.
1.2.Tujuan praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1.
Menentukan
kelarutan suatu zat secara kuantitatif
2.
Menerangkan factor-faktor
yang mempengaruhi kelarutan suatu zat
3.
Menjelaskan
usaha-usaha yang di gunakan untuk meningkatkan
kelarutan suatu zat aktif dalam air dalam pembuatan sediaan cair
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Dasar
Teori
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat
terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.
Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu
gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas,
molaritas dan persen (Tungandi, 2009).
Pelepasan zat
aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan
fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di
absorpsi setelah zat aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu
usaha untuk mempertinggi efek Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan
kelarutan zat aktifnya (Tungandi, 2009).
Kelarutan atau
solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute),
untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah
maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan
perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam
air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun
campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.
Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit
terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut"
(insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun
sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang
terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui
untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang
metastabil (Woedepss) (Tungandi, 2009).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain
adalah :
Ø
pH
Ø
temperatur
Ø
jenis
pelarut
Ø
bentuk dan
ukuran partilel zat
konstanta
dielektrik pelarut
Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus
polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar
suatu zat makin zat tersebut larut dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan
dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan
suatu zat, misalnya penambahan uretan dalam pembuatan injeksi khinin (Tungandi, 2009).
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun
ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau
komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunanya begitu seragam
sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan
mikroskop optis sekalipun (Tungandi, 2009).
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya
udara. Larutan padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain.
Larutan cair misalnya air laut, larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen
larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute). Pada bagian
ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut cair yang
lain misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air,
maka nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut
larutan garam dalam alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam
air disebut larutan garam (air tidak disebutkan) (Tungandi, 2009).
Larutan
adalah sebagai bagian dari sediaan-sediaan cair yang mengandung satu atau lebih
zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena
bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan kedaam
olongan produk lainnya (Ansel, 2004).
Larutan
jenuh adalah suatu larutan yang zat terlarutnya berada dalam kesetimbangan
dengan fase padat (zat terlarut) (Sinko, 2005).
Larutan
tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat trlarut
dalam konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperature
tertentu (Martin, 1990).
Larutan
lewat jenuh adalah suatu laruta yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi
lebih banyak daripada seharusnya pada temperature tertentu dan terdapat juga
zat terlarut yang tidak larut (SInco, 2005).
Menurut
metode kelarutan, sejumlah besar obat ditempatkan dalam wadah yang tertutup
baik, bersama-sama dengan larutan zat pengomplek dalam berbagai konsentrasi dan
botol dikocok dalam bak pada temperature konstan sampai tercapai kesetimbangan.
Cairan supernatant dalam porsi yang cukup diambil dan dianalisis (Alfred,
1990).
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pengadukan, suhu, luas
permukaan, fikositas, ukuran partikel, pH larutan, dan polimerfisme (Ditjen
POM, 1979).
Selain
faktor di atas penambah surfaktan juga akan mempengaruhi kelarutan. Surfaktan
adalah suatu zat yang digunakan untuk menakkan kelarutan suatu zat. Molekul
surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu polar dan non polar (Ditjen POM, 1979).
Jika
kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat
ditunjukkan dengan istilah berikut (Ditjen POM, 1979) :
Istikah Kelarutan
|
Jumlah bagian pelarut yang
diperlukan untk melarutkan 1 bagian zat
|
Sangat mudah larut
|
Kurang dari 1
|
Mudah larut
|
1 sampai 10
|
Larut
|
10 sampai 30
|
Agak sukar larut
|
30 sampai 100
|
Sukar larut
|
100 sampai 1000
|
Sangat sukar larut
|
1000 sampai 10.000
|
Praktis tidak larut
|
Lebih dari 10.000
|
Daya larut suatu zat dalam lain dipengaruhi oleh
jenis zat terlarut, jenis zat pelarut, temperatur dan tekanan, zat-zat dengna
struktur kimia yang mirip umumnya padat juga bercampur baik, sedang yang tidak
biasanya sukar bercampur (Sukarjo, 1997).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang
peranan penting dalam formulasi suatu sediaan zat. Lebih dari 50% senyawa kimia
baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari
obat-obat hidrofobik menjadi tikad efesien dengan rendahnya daya kelarutan,
dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut didalam tubuh.
Kelarutan seuatu karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat
tersebut sangat berkaitan (Jufri,dkk, 2004).
Dalam cara pengendapan, analit yang akan ditetapkan
diendapkan dari larutannya dalam bentuk senyawa yang tidak larut atau sukat
larut, sehingga tidak ada yang hilang selama penyaringan, pencucian dan
penimbangan. Faktor-faktor yang menetukan berhasilnya cara pengendapan adalah
endapan harus sedemikan tidak larut, sehingga tidak ada kehilangan yang berarti
pada penyaringan. Dalam kenyataannya, keadaan ini dizikan asalkan
banyaknya banyaknya yang masi tinggal
(tika terendapkan) tidak melampaui batas minimum yang dapat ditunjukkan oleh
neraca analitik 0,1 mg ( Gandjar,dkk, 2007).
Secara teori jika pH dinaikkan, maka
kelarutannya pun ikut meningkat, karena selain terbentuk larutan jenuh obat
dalam bentuk molekul yang tidak terionkan (kelarutan intrinsic) juga terlarut
obat yang berbentuk ion (Martin,dkk, 1990).
Secara khusus, penentuan kelarutan semu
(apperent solubility) asam benzoat dapat dilakukan dengan metode gravimetri.
Gravimetri meruakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling
sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhanaan itu
jlas kelihatan karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan menimbang
langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai, 1979).
Proses yang bersifat endotermis dalam satu arah adalah eksoterm dalam
arah yang lain. Karena proses pembentukan larutan dalam proses pengkristalan
berlangsung dengan laju yang sama dengan kesetimbangan maka perubahan-perubahan
energi netto adalah nol. Tetapi jika suhu dinaikkan maka proses akan menyrap
kalor. Dalam hal ini pembentukan larutan lebihdisukai. Segera setelah suhu
dinaikkan tidak berapa pada kesetimbangan karenaada lagi zat yang melarut.
Suatu zat yang menyerap kalor ketika melarut cenderung lebih mudah larut pada
suhu tinggi (Klienfelter, 1996).
Pengaruh temperatur dalam kesetimbangan kimia
ditentukan dengan Ho. Pada reaksi endoterm konstanta kesetimabangan
akan naik seiring dengan naiknya temperatur. Pada reaksi eksoterm kontasta
kesetimabangan akan turun dengan naikknya temperatur (Silbey dkk, 1996).
Gas + larutan (1) Larutan (2) + kalor
Untuk kesetimbangan ini, peningkatan suhu malah
akan mengusir gas dan larutan sebab pergeseran ini kekiri adlah endoterm.
Karena itu gas hampir sealu menjadi kurang larut dalam cairan jika suhunya
dinaikkan (Atkins, 1994).
Tipe Larutan
Larutan dapat digolongkan sesuai dengan keadaan
terjadinya zat terlarut dan pelarut, dan karena tiga wujud zat (gas, cair,
padat kristal), ada sembilan kemungkinan sifat campuran homogen antara zat
terlarut dan pelarut Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir
jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di
bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur
tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut
dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur
tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (Martin. A, 1990).
2.2 Uraian
Bahan
A.
Air
suling (Ditjen POM, 1979 : 96)
Namaresmi : AQUA DESTILLATA
Sinonim : Air suling
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan tidak berwarna,
tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
B.
Alkohol
(Ditjen POM, 1979: 63)
Nama resmi : AETHANOLUM
Sinonim :
Etanol, etil alkohol
RM/BM :
C2H6O / 46,07
Pemerian :cairan mudah menguap, tidak berwarna, jernih. Bau khas dan menyebabkan rasa
terbakar pada lidah, mudah terbakar.
Kelarutan : bercampur dengan air dan
praktik bercampur dengan pelarut organik lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut campuran
C.
Asam salisilat (Ditjen
POM, 1993 :
50)
Namaresmi : ACIDUM SALICYLUM
Sinonim : Asam salisilat
COOH
|
OH
|
Pemerian : hablur putih, biasanya
berbentuk jarum putih atau serbuk hablur halus putih, rasa agak manis, tajam,
dan stabil di udara.
Kelarutan :
sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah laut dalam etanol dan dalam
eter, larut dalam air endidih, agak sukar larut dalam kloroform
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan :
Sebagai sampel
D.
Propilen glikol (Ditjen POM, 1993 : 712)
Nama resmi :
PROPYLENGLYCOLUM
Sinonim : Propilen glikol
RM/BM : C3H8O2 /76,09
Pemerian : cairan kental, jernih,
tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab
Kelarutan : dapat bercampur dengan
air, dengan aseton, dan dengan kloroform, larut dalam eter dan beberapa minyak
esensial tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut campuran
E.
Polisorbat-80 (Dirjen
POM, 1979 : 567)
Namaresmi : POLYSORBATUM 80
Nama
lain : Polisorbat 80
Pemerian :
Cairan kental, transparan, tidak berwarna,
hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan :
Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P
dalam etil asetat P dan dalam methanol P,
sukar larut dalam parafin cair P dan dalam
biji kapas P
Kegunaan :
Sebagai surfaktan
F.
Natrium Hidroksida
(Ditjen POM, 1979 : 420)
Namaresmi : NATRII HYDROXYDUM
Sinonim : Natriumhiroksida
RM/BM : NaOH / 40,20
Pemerian :
Bentuk batang, butiran, massa hablur atau kering,
keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur,
putih.
Kelarutan :
Sangat mudah larut dalam
air dan dalam etanol
95% P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai komponen dapar
METODE KERJA
I.
Alat dan Bahan
·
Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah
batang pengaduk, corong gelas, gelas
ukur 50 ml, gelas erlenmeyer 25 ml, gelas kimia 50 ml, gelas kimia 100
ml, magnetic stirrer, oven, penangas air,pipet
panjang, sendok tanduk, stopwatch, dan timbangan.
·
Bahan
Bahan
yang digunakan dalam percobaan ini adalah air,
alkohol, alumuniun foil, asam salisilat, dapar fosfat (pH 5,6,7 dan
8),etiket, kertas saring, kalium dihidrogen fosfat, kertas timbang, natrium
hidroksida, propilenglikol, dan tween 80 (1%,2%,3%,4%,5%,6%,7%,8%,9% dan10%).
II.
Langkah
Percobaan
a)
Menentukan kelarutan suatu zat
secara kuantitatif
1. Dimasukkan 1 gram asam salisilat
dalam 50 ml air dan dikocok selama 1 jam dengan stirrer, jika ada endapan yang
larut selama pengocokan ditambahkan lagi sejumlah tertentu asam salisilat
sampai diperoleh larutan jenuh.
2.
Disaring dan ditentukan kadar asam salisilat yang terlarut
dalam masing-masing larutan.
b)
Pengaruh pelarut campur terhadap
kelarutan zat
1. Dibuat 100 ml campuran bahan pelarut
yang tertera pada tabel di bawah ini.
Pelarut
|
Air %
(v/v)
|
Alkohol %
(v/v)
|
Propilen
glikol % (v/v)
|
A
|
60
|
0
|
40
|
B
|
60
|
5
|
35
|
C
|
60
|
10
|
30
|
D
|
60
|
15
|
25
|
E
|
60
|
20
|
20
|
F
|
60
|
30
|
10
|
G
|
60
|
35
|
5
|
H
|
60
|
40
|
0
|
2.
Diambil 50 ml campuran pelarut, dilarutkan asam
salisilat sebanyak 1 gram ke dalam masing-masing
campuran pelarut.
3.
Dikocok larutan dengan stirrer
selama 1 jam. Jika ada endapan yang larut
selama pengocokan ditambahkan lagi sejumlah tertentu asam salisilat
sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali.
4.
Disaring larutan dan ditentukan
kadar asam salisilat yang larut.
5.
Dibuatlah kurva antara kelarutan
asam salisilat dengan harga konstanta dielektrik bahan pelarut campur yang
ditambahkan.
c) Pengaruh penambahan surfaktan
terhadap kelarutan suatu zat
1.
Dibuatlah 50 ml larutan tween 80
dengan konsentrasi 1% - 10%dan 100 mg/100 ml.
2.
Ditambahkan 1 gram asam salisilat
ke dalam masing-masing larutan.
3.
Dikocok larutan dengan stirrer
selama 1 jam. Jika ada endapan yang larut selama pengocokan ditambahkan lagi
sejumlah tertentu asam salisilat sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali.
4.
Disaring larutan dan ditentukan
kadar asam salisilat yang larut.
5.
Dibuatlah kurva antara kelarutan
asam salisilat dengan konsentrasi tween 80 yang digunakan.
6.
Ditentukan konsentrasi misel
kririk (KMK) tween 80.
d) Pengaruh pH terhadap kelarutan suatu
zat
1.
Dibuat 100 ml larutan dapar fosfat
dengan pH 5, 6, 7, dan 8.
2.
Diambil 25 ml masing-masing
larutan lalu ditambahkan 0,5 gram asam salisilat ke dalamnya.
3.
Dikocok larutan dengan stirrer
selama 1 jam. Jika ada endapan yang larut selama pengocokan ditambahkan lagi
sejumlah tertentu asam salisilat sampai
diperoleh larutan yang jenuh kembali.
4.
Disaring larutan dan ditentukan
kadar asam salisilat yang terlarut dalam masing-masing larutan dapar dengan
cara ditimbang endapan kemudian dikurangi dengan berat kertas saring
5. Dibuat
kurva hubungan antara konsentrasi zat yang diperoleh dengan pH larutan.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
I.
Hasil Percobaan dan Perhitungan
a)
Tabel pengamatan
1. Menentukan
kelarutan suatu zat secara kuantitatif
Berat sampel
|
Berat kertas saring
|
Sampel dan kertas saring
|
Residu sampel
|
Sampel yang larut
|
1 g
|
0,82 g
|
1,54 g
|
0,72 g
|
0,28 g
|
2. Pengaruh
pelarut campur terhadap kelarutan zat
Pelarut
|
Berat sampel
|
Berat kertas saring
|
Sampel dan kertas saring
|
Residu sampel
|
Sampel yang larut
|
A
|
1,5 g
|
0,81 g
|
1,6512 g
|
0.8412 g
|
0,6588 g
|
B
|
2 g
|
0,81 g
|
1,41 g
|
0,6 g
|
1,4 g
|
C
|
1,5 g
|
0,80 g
|
0,9646 g
|
0,1646 g
|
1, 3354 g
|
D
|
2 g
|
0,81 g
|
0,9620 g
|
0,152 g
|
1,848 g
|
E
|
2 g
|
0,81 g
|
0,9583 g
|
0,1483 g
|
1,8517 g
|
F
|
2 g
|
1 g
|
2,06 g
|
1,06 g
|
0,94 g
|
G
|
2 g
|
1 g
|
2,05 g
|
1,05 g
|
0,95 g
|
H
|
2 g
|
1 g
|
1,79 g
|
0,79 g
|
1,21 g
|
3. Pengaruh
penambahan surfaktan terhadap suatu zat
%
tween
|
Berat sampel
|
Berat kertas saring
|
Sampel dan kertas
saring
|
Residu sampel
|
Sampel yang larut
|
Tween
1%
|
1 gr
|
1,05 gr
|
3,17 gr
|
2,12 gr
|
0,38 gr
|
Tween
2%
|
1
gr
|
1,05
gr
|
3,19
gr
|
2,14
gr
|
0,36
gr
|
Tween
3%
|
1
gr
|
1,05
gr
|
2,86
gr
|
1,81
gr
|
0,69
gr
|
Tween
4%
|
1,5 gr
|
0,4340 gr
|
0,8882 gr
|
0,4542 gr
|
1,0458 gr
|
Tween
5%
|
1
gr
|
1,29
gr
|
2,19
gr
|
0,9
gr
|
1,1
gr
|
Tween
6%
|
1
gr
|
1,29
gr
|
2,59
gr
|
1,3
gr
|
1,2
gr
|
Tween
7%
|
1
gr
|
1,35
gr
|
2,78
gr
|
1,43
gr
|
1,07
gr
|
Tween
8%
|
1
gr
|
1,08
gr
|
2,64
gr
|
1,56
gr
|
0,44
gr
|
Tween
9%
|
1
gr
|
1,03
gr
|
2,51
gr
|
1,48
gr
|
0,52
gr
|
Tween
10%
|
2,5
gr
|
0,43
gr
|
0,60
gr
|
0,71
gr
|
2,5
gr
|
4. Pengaruh
pH terhadap kelarutan suatu zat
pH larutan
|
Berat sampel
|
Berast kertas saring
|
Sampel dan kertas saring
|
Residu sampel
|
Sampel yang larut
|
5
|
1 g
|
0,42 g
|
1,04 g
|
0,62 g
|
0,38 g
|
6
|
1,5 g
|
0,40 g
|
1,35 g
|
0,95 g
|
0,55 g
|
7
|
2 g
|
0,36 g
|
1,63 g
|
1,27 g
|
0,73 g
|
8
|
1,5 g
|
0,33 g
|
1,07 g
|
0,74 g
|
0,76 g
|
b)
Kurva
1. Kurva pelarut campur antara
konstanta dielektrik dengan zat yang terlarut
2. Kurva solubilisasi campur antar
konsentrasi tween 80 dengan zat yang terlarut
c)
Perhitungan
a. Kelarutan secara kuantitatif
·
Residu sampel = sampel dan kertas saring – berat kertas
saring
Residu sampel = 1,54 - 0,82
= 0,72 g
·
Sampel yang larut =
berat sampel- residu sampel
Sampel yang larut = 1 – 0,72
= 0,28 g
a.
Pengaruh
pelarut camput terhadap kelarutan zat
v Pelarut A
Residu
sampel = sampel dan kertas saring - berat kertas saring
=
1,6512 – 0,81
=
0,8412 g
Sampel
yang larut = berat sampel = residu sampel
= 1,5 – 0,8412
=
0,6588 g
Kelarutan
=
= 151,79 ml/gr (sukar larut)
-
Konstanta dialektrik
zat pelarut campur
Aquades
: alkohol : propilen glikol
80,4
: 21,3 :
32,4
§ 120 :
0 : 80
120 x
80,4 = 48,24
200
80 x
32,4 = 12,96
200 +
61,2
v Pelarut B
Residu
sampel = sampel dan kertas saring - berat kertas saring
= 1,41
– 0,81
= 0,6
g
Sampel
yang larut = berat sampel = residu sampel
= 2 – 0,6
=
1,4 g
Kelarutan
=
= 71,42
ml/gr (agak sukar larut)
§ 120 :
10 : 70
120 x
80,4 = 48,24
200
10 X
24,3 = 1,215
200
70 x
32,4 = 11,34
200 +
60, 795
v Pelarut C
Residu
sampel = sampel dan kertas saring - berat kertas saring
=
10,9646 – 0,80
=
0,1646 g
Sampel
yang larut = berat sampel = residu sampel
= 1,5 – 0,1646
=
1,3354 g
Kelarutan
=
= 74, 88 ml/gr (agak sukar larut)
§ 120 :
20 : 60
120 x
80,4 = 48,24
200
20 x
24, 3 = 2,43
200
60 x
32,4 = 9,72
200 +
60, 39
v Pelarut D
Residu
sampel = sampel dan kertas saring - berat kertas saring
=
10,9620 – 0,81
=
0,152 g
Sampel
yang larut = berat sampel = residu sampel
= 2 – 0,152
=
1,848 g
Kelarutan
=
= 54,11 ml/gr (agak sukar larut)
§ 120 :
30 : 50
120 x
80,4 = 48,24
200
30 x
24, 3 = 3,645
200
50 x
32,4 = 8,1
200 +
59,985
v Pelarut E
Residu
sampel = sampel dan kertas saring - berat kertas saring
=
0,9583 – 0,81
=
1,483 g
Sampel
yang larut = berat sampel = residu sampel
= 2 – 0,1483
=
1,8517 g
Kelarutan
=
= 54,00 ml/gr (sukar larut)
§ 120 :
40 : 40
120 x
80,4 = 48,24
200
40 x
24, 3 = 4,86
200
40 x
32,4 = 6,84
200 +
59,58
v Pelarut F
Residu
sampel = sampel dan kertas saring - berat kertas saring
= 2,06
– 1
= 1,06
g
Sampel
yang larut = berat sampel = residu sampel
= 2,06 – 1,06
=
0,94 g
Kelarutan
=
= 106,38
ml/gr (sukar larut)
§ 120 :
60 : 20
120 x
80,4 = 48,24
200
60 x
24, 3 = 7,29
200
20 x
32,4 = 3,24
200 +
58,77
v Pelarut G
Residu
sampel = sampel dan kertas saring - berat kertas saring
= 2,05
– 1
= 1,05
g
Sampel
yang larut = berat sampel = residu sampel
= 2 – 1,05
=
0,95 g
Kelarutan
=
= 105,26
ml/gr (sukar larut)
§ 120 :
70 : 10
120 x
80,4 = 48,24
200
70 x
24, 3 = 8,505
200
10 x
32,4 = 1,62
200 +
58,364
v Pelarut H
Residu
sampel = sampel dan kertas saring - berat kertas saring
= 1,79
– 1
= 0,79
g
Sampel
yang larut = berat sampel = residu sampel
= 2 – 0,79
=
1,21 g
Kelarutan
=
= 82,64 ml/gr (agak sukar larut)
§ 120 :
80 : 0
120 x
80,4 = 48,24
200
80 x
24, 3 = 9,72
200 +
57,96
b.
Pengaruh
surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
1.
Tween 1 %
Residu sampel = sampel dan kertas saring – berat
kertas saring
Residu sampel = 3,17 g – 1,0 g
= 2,12 g
Sampel yang larut =
berat sampel – residu sampel
Sampel yang larut = 2,5
g – 2,12 g
= 0,38
g
Kelarutan = 100 ml
0,38 gr
= 263,15 ml/gr ( sukar larut).
2. Tween
2 %
Residu sampel
= sampel dan kertas saring – berat kertas saring
Residu sampel = 3,19 g – 1,05 g
=
2,14 g
Sampel yang larut =
berat sampel – residu sampel
Sampel yang larut = 2,5
g – 2,14 g
=
0,36g ( sangat mudah larut)
Kelarutan = 100 ml
0,36 gr
=
277,77 ml/gr (sukar larut).
3. Tween
3 %
Residu sampel = sampel dan kertas saring – berat
kertas saring
Residu sampel = 2,86 g
– 1,05 g
=
1,81 g
Sampel yang larut =
berat sampel – residu sampel
Sampel yang larut = 2,5
g – 1,81 g
= 0,69 g
Kelarutan = 100 ml
0,69 gr
=
144,92 ml/gr (sukar larut).
4. Tween
4 %
Residu sampel = 0,88882 – 0,4340
= 0,4542 g
Sampel yang larut = 1,5 – 0,4542
= 1,0458 gr
Kelarutan = 100 ml
1,0458
gr
5. Tween
5 %
Residu sampel = sampel
dan kertas saring – berat kertas saring
Residu sampel = 2,19
g – 1,29 g
= 0,9 g
Sampel yang larut =
berat sampel – residu sampel
Sampel yang larut = 2 g – 0,9 g
=
1,1 g
Kelarutan
= 100 ml
1,1 gr
= 90,90 ml/gr ( agak sukar larut).
6. Tween
6 %
Residu sampel = sampel dan kertas saring – berat
kertas saring
Residu sampel = 0,607 –
0,434
= 0,713
g
Sampel yang larut = berat
sampel – residu sampel
Sampel yang larut = 2,5
– 0,713
=
2,327 g
Kelarutan = 100
ml
2,327 gr
= 42,97 ml/gr (agak sukar larut)
7.
Tween 7 %
Residu
sampel = 2,78 gr – 1,35 gr
=
1,43 gr
Sampel
yang larut = 2,5 gr – 1,43 gr =1,07
8.
Tween 8 %
Residu
sampel = 2,64 gr – 1,08 gr
= 1,56 gr
Sampel
yang larut = 2 gr – 1,56 gr = 0,44 gr
(sukar
larut)
9.
Tween 9 %
Residu
sampel = 2,51 gr – 1,03 gr
= 1,48 gr
Sampel
yang larut = 2 gr – 1,48 gr
= 052 gr
(sukar larut)
10. Twen
10 %
Residu sampel = sampel
dan kertas saring – berat kertas saring
Residu sampel = 0,607 –
0,434
= 0,713
g
Sampel yang larut =
berat sampel – residu sampel
Sampel yang larut = 2,5
– 0,713
=
2,327 g
Kelarutan
= 100 ml
2,327 gr
= 42,97 ml/gr (agak sukar larut).
c.
Pengaruh
pH terhadap kelarutan suatu zat
1.
pH
5
·
Residu sampel = sampel dan kertas saring – berat kertas
saring
Residu sampel = 1,04 - 0,42
= 0,62 g
·
Sampel yang larut = 1 –
0,62
= 0,38 g
2.
pH
6
·
Residu sampel = sampel dan kertas saring – berat kertas
saring
Residu
sampel = 1,35 - 0,40
=
0,95 g
·
Sampel yang larut =
berat sampel- residu sampel
Sampel yang larut = 1,5 – 0,95
= 0,55 g
3.
pH
7
·
Residu sampel = sampel dan kertas saring – berat kertas
saring
Residu sampel = 1,63 -
0,36
= 1,27 g
·
Sampel yang larut =
berat sampel- residu sampel
Sampel yang larut = 2 – 1,27
= 0,73 g
4.
pH
8
·
Residu sampel = sampel dan kertas saring – berat kertas
saring
Residu sampel = 1,07 - 0,33
= 0,74 g
·
Sampel yang larut =
berat sampel- residu sampel
Sampel yang larut = 1,5 – 0,74
= 0,76 g
=
B.
PEMBAHASAN
Pada
percobaan ini, kita akan melihat pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan
zat. Kelarutan zat yang dimaksud dalam percobaan ini adalah Asam salisilat pada
pelarut campur yakni air, alkohol, dan propilen glikol.Masing-masing pelarut
campur telah ditentukan konsentrasinya.Sebagaimana tertera pada hasil
pengamatan di atas.Pencampuran pelarut-pelarut tersebut dilakukan pada gelas
kimia yang masing-masing telah diberi label.Kemudian dilarutkan asam salisilat
sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing gelas kimia tersebut. Lalu dikocok
larutan denga menggunakan stirrer selama beberapa menit, jika ada endapan yang
larut selama pengocokan maka asam
salisilat tersebut di tambahkan lagi sampai didapat larutan yang jenuh kembali.
Larutan yang telah jenuh tersebut disaring dengan corong plastik dan kertas
saring.
Pada
kurva pelarut campur A sampai H antara konstanta dielektrik dengan zat yang
terlarut yaitu semakin menurun, pada pelarut campur A konstanta dielektriknya
yaitu 61,04, pelarut B yaitu 60,655, pelarut C yaitu 60,27, pelarut D yaitu
59,885, pelarut E yaitu 59,5, pelarut F yaitu58,73, pelarut G yaitu 58,345 dan
pelarut H yaitu 57,96.
Surfaktan
terdiri dari dua bagian yaitu bagian polar dan non polar, bila didispersikan
dalam air pada konsentrasi rendah akan berkumpul pada permukaan. Percobaan ini
menggunakan stirer dalam pengerjaannya dimana asam salisilat dikocok dengan
stirer selama 1 jam.Hal ini dimaksudkan agar didapatkan campuran yang homogen.
Surfaktan yang
digunakan pada percobaan ini adalah tween-80 dengan berbagai konsentrasi yang
akan meningkatkan kelarutan asam salisilat. Hubungan suatu surfaktan
mempengaruhi kelarutan asam salisilat yaitu dimana surfaktan adalah suatu zat
yang sering digunakan untuk menaikkan kelarutan suatu zat.Oleh karena surfaktan
mempunyai kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal dengan misel
dimana misel ini dapat menaikkan kelarutan asam salisilat yang sukar larut
dalam air. Dengan penambahan surfaktan terdiri dua bagian yaitu bagian polar
dan non polar, bila didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah, akan
berkumpul pada permukaan dengan
mengorientasikan bagian polar ke arah bagian air.
Pada kurva solubilisasi
antar konsentrasi tween 80 dengan zat yang terlarut tidak terjadi KMK. Hal ini
disebabkan oleh adanya faktor-faktor kesalahan. Baik dari pembuatan larutan
ataupun dari kesalahan praktikan dalam melakukan praktikum.
Untuk mengukur nilai kelarutanasam
salisilat, digunakan larutan dapar fosfat dengan berbagai pH tertentu, yaitu pH
5, 6, 7 dan 8. Digunakan larutan dapar fosfat karena larutan dapar merupakan
larutan yang tidak mengalami perubahan pH walaupun ditambahkan sedikit asam
maupun sedikit basa sehingga dapat digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan
asam salisilat yang bersifat asam lemah.Penggunaan pH yang dibuat bervariasi
bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan pH terhadap kelarutan asam
salisilat, sehingga variabel bebas dalam hal ini larutan dapar fosfat harus
dibuat bervariasi.
Dalam prosesnya, asam salisilat
dilarutkan dalam larutan dapar fosfat dengan ukuran pH yang telah ditentukan
sebelumnya secara bersamaan ada tiap-tiap pH yang telah ditentukan, kemudian
dilakukan pengocokan.Pengocokan dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat
terjadinya reaksi.Dalam percobaan yang telah dilakukan, pengocokan dilakukan
selama 60 menit. Setelah pengocokan selama 60 menit, akan tampak bagian asam
salisilat yang tidak larut dalam larutan dapar fosfat. Hal tersebut menunjukkan
bahwa asam salisilat memiliki kelarutan.
Metode yang digunakan dalam
percobaan ini adalah metode gravimetri, di mana dilakukan penimbangan terhadap
asam salisilat sebelum dan sesudah dilarutkannya asam salisilat dalam larutan
dapar fosfat. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh berat asam salisilat yang
tidak larut dari mengurangkan berat kertas saring akhir ( berat kertas saring
dan sisa asam salisilat yang tidak larut) dengan berat kertas saring awal.
Secara teori, perubahan pH berbanding lurus dengan
kelarutannya.Maksudnya ialah, semakin meningkat nilai pH suatu larutan, maka
semakin besar juga kelarutan zat tersebut.hal ini sesuai dengan apa yang telah
dipraktikkan bahwa ketika pH naik maka kelarutan juga naik begitupun
sebaliknya.
HASIL
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Dari data
pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
-
Kelarutan asam
salisilat secara kuantitatif yaitu 0,28
g
-
Konstanta dielektrik
pelarut A sampai H nilainya semakin menurun.
-
Pada penambahan
surfaktan terhadap kelarutan suatu zat tidak terjadi KMK, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor
kesalahan.
-
Pengaruh pH terhadap
kelarutan suatu zat yaitu semakin tinggi pH suatu larutan maka kelarutan suatu
zat semakin tinggi pula.
B.Saran
Sebaiknya
pada saat praktikum Para asisten slalu mendampingi praktikan agar tidak terjadi kesalahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Atkins'
Physical Chemistry, 7th Ed. by Julio De Paula, P.W. Atkins
Ditjen POM., 1979, “Farmakope Indonesia”, edisi III, Jakarta
Gandjar, Ibnu
Gholib, Abdul Rahman, 2007, ”Kimia
Farmasi Analisis”, Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Jufri, Mahdi, dkk,
2004. Formulasi Gameksan dalam Bentuk Mikroemulsi, Majalah ilmu kefarmasian.
Kleinfelter,
Keenam.1996. ”kimia untuk universitas”.
Jakarta: Erlangga
Martin, A., 1990,
“Farmasi Fisika”, Buku I, UI Press, Jakarta
Mirawati.2013. Penentun Praktikum Farmasi Fisika . Makassar, Jurusan Farmasi.
Universitas
Muslim Indonesia.
Moechtar., 1990, “Farmasi Fisika”, UGM Press, Yogyakarta
Sinko, P. 1990. Farmasi
Fisika . Buku II, UI Press, Jakarta
Tungadi, Robert. 2009.“Penuntun Praktikum Farmasi Fisika“.
Jurusan Farmasi Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo
Salam farmasi indonesia,,,,ijin ngambil,
BalasHapusCatatankuliahfarmasi.blogspot.com
butuh buku florey cekkk,
BalasHapusDownload Buku Klaus Florey Buku panduan pada ilmu farmasi